TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak yang terlibat dalam demonstrasi menentang sejumlah undang-undang bermasalah di berbagai mengalami kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Korban berjatuhan dan Polisi dituding melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Korban jiwa jatuh di Kendari pada Kamis, 26 September 2019. Dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi tewas saat demonstrasi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara.
Randi, tewas tertembak peluru tajam sementara Yusuf tewas setelah sempat dirawat. Yusuf mengalami cedera parah di bagian kepalanya.
"Masuknya (peluru dari) ketiak kiri melewati jalur panjang dan bengkok, menembus organ paru kanan dan kiri, pembuluh darah dan bagian mediastinum, yakni organ di antara rongga paru kanan dan kiri," ujar Raja Al Fatih, Ketua Tim Dokter Forensik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abunawas, Kota Kendari, menjelaskan hasil otopsi terhadap Randi, Jumat 27 September 2019.
Kepala Kepolisian Sulawesi Tenggara Brigjen Iriyanto membenarkan Randi tewas karena terkena tembakan peluru tajam kaliber 9 milimeter. Namun dia membantah anggotanya menggunakan senjata api saat membubarkan massa demonstrasi. Dia pun berjanji akan mengusut siapa pun pelaku penembakan.
"Kami akan tegakkan aturan. Jika memang anggota saya (yang menembak), akan diproses sebagaimana ketentuan. Berikan kami waktu, kami akan temukan siapa pun pelakunya," ujar Iriyanto di Polres Kendari Jumat kemarin.
Mahasiswa Halu Oleo juga mensinyalir adanya penggunaan kekerasan berlebihan dari aparat terhadap Yusuf, rekan mereka yang tewas lainnya. Mahasiswa yang tak mau disebutkan namanya itu menyatakan melihat Yusuf dianiaya aparat saat hendak lari dan terjatuh di depan pagar Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sultra, tak jauh dari Gedung DPRD Sultra.
"Ada (polisi) yang menghampiri Yusuf dan menendang. Jarak saya dengan Yusuf sekitar enam meter," kata mahasiswa yang ikut mengantar Yusuf ke rumah sakit itu kepada Tempo Kamis malam, 26 September 2019.